Sabtu, 21 Juni 2008

BENTUK KOTA

"Penilaian baik buruknya bentuk suatu kota atau kawasan adalah tergantung pada penilaian dan sudut pandang masing-masing warga. Kota yang baik menurut seseorang ataupun sekelompok orang yang satu belum tentu baik bagi orang atau kelompok lainnya. Kota yang berada dibelahan bumi utara berbeda dengan kota di daerah tropis khatulistiwa.
Sense dan fit merupakan dimensi yang digunakan individu untuk menilai kota yang baik seperti apa yang diinginkan. Penilaian secara berkelompok atau penilaian umum tentang baik atau tidaknya kota dinilai dengan menggunakan dimensi-dimensi vitality, access dan control. Kriteria yang menaungi dimensi-dimensi tersebut adalah efficiency yang mengukur dari segi ekonomis dan fungsional, dan kriteria justice yang melingkupi pengukuran melalui hak dan kepantasan dan kebutuhan yang tidak timpang dalam hubungan antar warganya."
Pemahaman teori Kevin Lynch “Good City Form”: 5 Dimensions + 2 Meta-Criteria

I. Pendahuluan
Manusia secara alamiah akan terus berusaha mencapai tujuan hidup ke arah yang baik, yang maju, yang berharga, yang nyaman, yang tercukupi, atau bahkan yang lebih baik lagi. Ukuran terhadap apa yang disebut baik (good) tergantung pada pemahaman di dalam otak masing-masing manusia, yang sangat didasari pada beberapa hal seperti apa yang pernah dilihat, apa yang dibaca, ingatan masa kecil dahulu, mimpinya, tingkat pendidikannya, norma-norma di lingkungan tempat tinggalnya, kebiasaan dalam keluarga, iklimnya, sejarah habitatnya, dan lain-lain. Lalu bagaimana mengukur apa yang disebut baik dan bagaimana pula sebaliknya apa yang disebut buruk, apakah ada jawaban yang mutlak. Saya akan menjawabnya ‘tidak mutlak’. Ya, memang tergantung dari pemahaman masing-masing seperti yang saya baru sebutkan itu dan tergantung penilaian orang lain yang juga punya pemahaman sendiri-sendiri.
Kevin Lynch menyatakan ada lima dimensi untuk mencapai bentuk kota yang baik ditambah dua meta-kriteria yang melingkupi kelima dimensi itu. Lima dimensi tersebut adalah Vitality, Sense, Fit, Access, Control, dan dua meta-kriteria adalah Effeciency dan Justice.
Sebelum menyatakan teori ini, Kevin Lynch memberikan gambaran dan menelaah warga sebagai penghuni kota dan fisik kota sebagai tempat hidup warganya, melalui tata nilai masyarakat dan sejarah terbentuknya kota. Yang dinilai baik atau tidaknya suatu kota adalah fisik kota, dan yang menilai baik atau tidaknya suatu kota adalah warganya.
Pada waktu itu, kota terbentuk oleh berbagai macam peristiwa dan berbagai tampilan bentuk fisik. Dahulu kota ada yang terbentuk akibat dari kegiatan bercocok tanam, kemudian akibat dari pertahanan stok pangan, akibat pemujaan terhadap yang dianggap keramat dan pusat keagamaan, akibat klasifkasi militer, dan lain-lain. Bentuk fisik kota jaman dahulu berbentuk benteng, tertata secara kosmik, dan lain-lain dan membentuk kekhasan dan meninggalkan jejak histori kotanya. Saat ini bentuk kota-kota dan wajah kota di negara maju dan bahkan di negara yang sedang berkembang menurut saya ada kecenderungan berbentuk hampir sama satu sama lain atau ada kesamaan yang dimodifikaasi dengan budaya/ kekhasan area setempat, yang secara umum sering disebut modern atau sedang trend, dilihat secara fasade bangunan dan wajah kota seperti tidak memberikan karakter setempat. Cantik dan menarik, namun sekaligus agak terasa bosan dan jenuh melihatnya untuk saat ini. Ada pula yang tidak selalu sama dengan lainnya, namun seolah seperti mengulang pola atau bentuk fisik kota lama yang disesuaikan dengan keadaan saat ini, terutama untuk kepentingan rekreatif nostalgia. Memang tidak bisa dihindari, kemajuan teknologi material bangunan dan kemudahan akses informasi tanpa batas serta pendidikan antar bangsa maupun hubungan kerjasama antar negara berpengaruh terhadap ‘pemahaman’ bentuk kota yang baik untuk segala hal mulai dari pola jalan, bentuk bangunan, bentuk taman, cara hidup, cara makan sampai dengan pandangan hidup. Keragaman individu dan keragaman pemahaman warga di kota memberikan keragaman tolok ukur bentuk kota yang baik.

II. Lima Dimensi dan Dua Meta-Kriteria
Kevin Lynch mengeluarkan teori ini sudah hampir tiga puluh tahun yang lalu. Per satu dimensi tidak rumit untuk dipahami. Akan tetapi yang tidak mudah adalah mencari dimana kota yang baik itu saat ini jika dikaitkan dengan segala fenomena yang terjadi di zaman sekarang ini, mulai dari fenomena ekonomi, globalisasi antar Negara-negara di dunia maupun issue global warming.
Berikut ini saya mencoba untuk memahami tentang Lima Dimensi dan Dua Meta-Kriteria.
Vitality adalah dimensi yang pertama dinyatakan oleh Kevin Lynch. Vitality jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia berarti Ketahanan. Maksud pemahaman vitality dalam hal ini adalah tolok ukur yang menunjang fungsi vital kehidupan, kebutuhan biologis manusia dan menjaga kelangsungan hidup manusia dan lingkungannya. Dalam bukunya Kevin Lynch juga menyatakan bahwa kota yang baik itu harus mampu menyediakan ketercukupan suplai makanan, energi, air, udara dan pembuangan sampah, dan segala sesuatunya harus selalu tersedia sepanjang waktu untuk kelangsungan hidup warganya.
Harus tersedia tanah yang subur, tanaman yang sehat dan produktif, keseimbangan lingkungan hidup, perkebunan untuk ketersediaan suplai makanan, sistem pengairan yang baik untuk perkebunan ataupun jalur pembuangan air kota, dan lain-lain tersebut yang tidak lain guna mencapai kategori kota yang baik dalam mencapai ketahanan kelangsungan hidup manusia dan lingkungannya serta tercapai hidup yang sehat (sustenance), ketahanan yang terwujud dari keamanan (safety), ketahanan yang terwujud dari ketergantungan/ keterikatan antar manusia dengan lingkungan dan makhluk hidup di lingkungannya serta elemen fisik lingkungannya (consonant). Lalu perancang kota maupun arsitek urban atau para planolog maupun pemerintah kota sebagai individu ataupun kelompok yang memiliki kemampuan merancang kota, menjadikan dimensi vitality sebagai salah satu kriteria membuat kota untuk dinilai baik oleh warganya maupun masyarkat luas.
Kreatifitas perancang kota/ arsitek/ planolog terus terpacu dan berkembang mendapatkan ide-ide yang menuntut karyanya dapat berguna untuk penggunanya. Karya yang vitality-nya baik adalah, menurut beberapa referensi dan dari media yang kemudian saya perhatikan, kota yang seperti di Portland (di Amerika Serikat) yang menerapkan konsep eco-friendly taman hijau pada kota itu. Kota ini mendapat sertifikat Green Building Rating System dalam program Leadership in Energy and Environment Design (LEED) yaitu penghargaan diselenggarakan oleh U.S Green Building Council. Tujuannya adalah untuk mencapai kelangsungan hidup yang ber kelanjutan (sustainable) untuk generasi berikutnya dan memberikan nilai ekonomis dan kesehatan bagi penghuninya sekarang ini. Konsep ini juga untuk menghadapi isu global warming, dan kota Portland dinyatakan sebagai kota yang tidak merusak lingkungan hidup dan berpartisipasi mengurangi satu persen emisi gas rumah kaca dari total 7% skala internasional prosentase pengurangan emisi gas di atmosfer bumi ini. Perubahan yang signifikan di kota Portland ini adalah untuk menjaga kelangsungan hidup dan kelestarian lingkungan melalui penghematan energi. Konsep eco-friendly diwujudkan melalui seluruh tempat dan kegiatan seperti penghijauan di halaman rumah dan sekolah maupun bangunan komersil, taman kota, pedestrian diperlebar dan diperbanyak, taman di atap bangunan (roofgarden), memelihara hewan dan burung, mendatangkan hewan-hewan unggas dan ikan di kolam taman kota, membiasakan berjalan kaki dan naik sepeda, berbelanja di toko terdekat agar tidak menggunakan kendaraan, menggunakan material ramah lingkungan dan mudah pemeliharaan pada bangunan, mengurangi penggunaan lampu, mengurangi lapangan perkerasan untuk parkir, dan lain-lain. Warga maupun pemerintah kotanya mendukung dan disiplin menerapkan konsep ini, semua bahagia dan memiliki satu misi untuk menjaga kelangsungan hidup dan kelestarian lingkungan.
Tercapaikah vitality di kota Portland untuk menjadi tolak ukur kota yang baik, ya menurut saya pada konteks saat ini. Namun apakah contoh kota ini dianggap baik oleh orang yang ahli maupun orang umum? Apakah kepentingan dan pandangan masing-masing orang itu dapat disamaratakan?
Pemahaman kota yang baik dilihat pada dimensi vitality dilingkupi oleh dua meta-kriteria menurut Kevin Lynch yaitu efisensi dan keadilan. Efisiensi terhadap dimensi vitality dalam hal ini berarti mendukung fungsi vital kehidupan, kebutuhan biologis manusia dan menjaga kelangsungan hidup manusia dan lingkungannya. Efisiensi dapat diukur secara kuantitatif melalui ekonomi dan jumlah keuntungan/ hal yang diuntungkan. Ukuran ekonomis dapat memberikan gambaran jelas bagi sebagian besar orang. Konsep eco-friendly yang diterapkan di hampir keseluruhan tempat dan kegiatan di kota Portland menurut referensi dari USA Today bahwa ada peningkatan nilai dan profit dari okupansi sewa apartemen yang menerapkan ecoroof dan penghijauan di bangunan apartemennya, investasi property meningkat hingga $146ribu untuk pembelian unit ruang dalam dua tahun terakhir. Efisiensi pada pemakaian energi, seperti penggunaan air panas alami melalui material bangunan yang ramah lingkungan di atap bangunan yang menangkap panas sinar matahari dan meninggalkan pemakaian pompa pemanas yang menggunakan listrik atau bahan kimia karena relative mahal, efisien dalam bergerak yang lebih mengutamakan berjalan kaki dan bersepeda dari pada mengeluarkan uang untuk bahan bakar kendaraan mobil dan motor. Dimensi vitality di kota Portland ini menjadi contoh yang pas yang dapat melingkupi ktriteria ‘efisien’ baik bagi warga kotanya maupun sebagian besar masyarakat Amerika Serikat khususnya.
Kriteria keadilan (justice) pada dimensi vitality suatu kota merupakan hal yang sangat penting untuk mengukur baik atau buruknya bentuk dan penataan kota. Keadilan di kota hanya dapat dirasakan oleh warganya. Menurut saya keadilan di kota Jakarta belum tercapai, kesenjangan sosial sangat terasa, demonstrasi warga ke pemerintahan maupun karyawan ke perusahaan merupakan wujud kekecewaan terhadap keadilan. Kriteria keadilan yang dimasukkan Kevin Lynch dalam teori Good City Form sangat relative sulit dinilai selain oleh warganya sendiri dan nilai keadilan tiap individu dan kelompok dapat berbeda dan sangat sulit diterapkan di masyarakat yang sangat majemuk. Namun kriteria keadilan merupakan kriteria yang penting untuk mendukung apakah kota itu baik diukur dari dimensi vitality
Dimensi sense dalam terjemahan bahasa Indonesia berarti rasa. Rasa dalam tolak ukur menentukan kota yang baik berarti mengolah segala yang ada dalam otak manusia yang merekam, mengenali, mampu menggambarkan, menceritakan baik peristiwa, benda, fisik lingkungan, sampai kebudayaan. Setiap orang memiliki kemampuan merasakan yang berbeda-beda. Kemampuan merinci (identify), mengenali (recognize), mengingat (recall), menggambarkan (describe) direkam dan diolah pada memori otak manusia melalui pengalaman, kebiasaan, masa kecil, dan pengetahuan.
Warga kota yang relatif memiliki latar belakang dan kegiatan yang homogen mampu menilai dan menciptakan lingkungan atau kotanya dengan pemahaman yang relatif sama. Warga kota Portland memiliki keinginan dan tujuan yang sama untuk kelangsungan hidup lingkungan kotanya. Mereka sepaham dan mau untuk berdisiplin untuk mencapai standar sehat, kualitas hidup bersosial, tanggap pada apa yang sedang dikhawatirkan alamnya dan memikirkan kelanjutan hidup generasinya. Baik warga dan perencana kota serta pemerintahan kotanya memiliki pemahaman terhadap dimensi sense yang baik untuk mewujudkan kota yang baik.
Menurut penjelasan Kevin Lynch tentang dimensi sense ini, bahwa tempat yang baik adalah tempat yang nyaman bagi orang itu dan budayanya yang membuat orang itu sadar akan komunitasnya, masa lalunya, khayalan hidupnya dan dunia dalam waktu dan ruang orang itu berada.
Masa anak-anak, menurut Kevin Lynch dan banyak pakar lainnya, adalah masa yang mampu merekam sense yang cepat, dan tercapai pemahaman dan keyakinan akan mana yang baik mana yang buruk, mana yang benar mana yang salah, mana yang nyaman mana yang sulit. Kemampuan merasa pun berbeda bagi orang-orang yang memiliki kemampuan yang berbeda different ability= difable. Kota yang baik harus mampu melayani warganya baik orang dewasa, anak kecil, difable person, ibu hamil, orang yang sedang sakit, dan lain-lain. Hal-hal yang tidak baik sangat terasa sulit/merepotkan bagi anak kecil, difable person, ibu hamil, orang yang sedang sakit karena kemampuan adaptasi bagi kelompok ini terbatas dari pada orang dewasa yang dalam keadaan sehat. Pada akhirnya akan memerintahkan otak pada kelompok ini untuk merekam hal-hal buruk yang tidak diharapkan mereka rasakan kembali. Jika kotanya tidak menyediakan kemudahan berjalan bagi pengguna tongkat atau pengguna kursi roda, maka kota itu dapat diklaim ‘buruk’ oleh mereka. Jika ukuran ‘buruk’/ negative sudah terekam di memori otak maka dimensi sense akan sangat dapat digunakan untuk menentukan mana yang disebut baik, penerapannya juga terjadi pada pengukuran baik buruknya bentuk suatu kota. Dimensi sense ini sepertinya hampir sama dan terkait dengan penjelasan dimensi access yang nanti akan saya jelaskan di lembar-lembar berikutnya.
Pemahaman kota yang baik dilihat pada dimensi sense dilingkupi oleh dua meta-kriteria efisensi dan keadilan. Efisiensi yang mendukung sense sebagai dimensi menentukan baik tidaknya bentuk kota, penerapannya dipahami seperti dalam terpakai atau tidak terpakainya sarana prasarana kota akibat pemahaman rasa tiap individu yang berbeda-beda maupun kelompok orang yang memiliki kemampuan adaptasi yang terbatas. Sarana pedestrian di kota yang baik adalah yang dapat digunakan secara aman dan nyaman bagi anak-anak kecil, difable person, ibu hamil, orang yang sedang sakit, seperti ramp bagi pengguna kursi roda, permukaan yang rata dan ada elemen bangku pada tiap jarak tertentu bagi pejalan kaki anak kecil dan ibu hamil, ada marka khusus bagi orang yang tidak dapat melihat yang mnggunakan tongkat, dan lain-lain. Pedestrian yang secara visual menarik belum tentu dinilai baik oleh mereka.
Meta-kriteria keadilan yang menaungi dimensi menurut kesimpulan Kevin Lynch tidak terlalu dipergunakan karena dimensi itu tergantung pada masing-masing individu sedangkan kriteria keadilan itu terkait dengan penilaian lebih dari satu orang.
Dimensi yang berarti pas ini merupakan tolak ukur berdasarkan kondisi nyaman dan puas bagi ukuran fisik individu untuk bergerak, bertindak, bertingkah laku pada ruang individu itu berada. Hampir sama dengan dimensi sense, ukuran baik tidaknya suatu tempat pun berbeda bagi orang-orang yang memiliki kemampuan yang berbeda different ability=difable. Tempat yang baik adalah nyaman dan enak digunakan bagi warganya baik orang dewasa, anak kecil, difable person, ibu hamil, orang yang sedang sakit, dan lain-lain.
Dukungan meta-kriteria efisien pada tolak ukur dimensi fit ini, sangat berguna. Keadaan yang pas berarti cukup tidak berkekurangan dan nyaman. Namun keadaan yang berlebih apa disebut pas dan enak. Keadaan yang pas itu sangat efisien yang berarti dipakainya nyaman, secara ekonomi dinilai hemat, berguna terus-menerus. Sedangkan meta-kriteria keadilan tidak terlalu dipergunakan karena dimensi fit itu tergantung pada masing-masing individu sedangkan kriteria keadilan itu terkait dengan penilaian lebih dari satu orang.
Dimensi access artinya pencapaian, Dalam hal ini dimensi access berarti kemudahan pencapaian ke suatu tempat, pencapaian informasi, kemudahan mendapatkan pekerjaan, kemudahan memasuki jenjang pendidikan. Kota terbentuk karena hubungan antar individu atau kelompok untuk mempertahankan hidup. Hubungan ini membentuk network sebagai wujud elemen fisik akibat interaksi antara yang membutuhkan dan dibutuhkan. Network dilalui dengan alat transportasi, informasi dicapai melalui media cetak media audio media visual dan internet, informasi penunjuk arah dicapai melalui tulisan signboard maupun sistem audio. Pencapaian berkaitan dengan keterbukaan dan berarti menerima untuk saling bertukar informasi, bertukar perdagangan, saling berkomunikasi, mau menerima perbedaan, mampu beradaptasi, siap menerima hal-hal baru dan bertoleransi terhadap perbedaan, siap berjauhan dan bepergian.
Kemudahan pencapaian haruslah dapat digunakan pula oleh orang yang memiliki kemampuan yang berbeda seperti anak kecil, difable person, ibu hamil, orang yang sedang sakit, dan lain-lain. Keterbukaan dan kemudahan pencapaian memberikan tambahan pengalaman hidup seseorang dan akan menambah memori otak akan sense, sehingga pemahaman akan sense terhadap penilaian bentuk kota atau tempat atau budaya akan berubah dan bertambah. Kemudahan akses informasi melalui internet maupun media cetak mampu memberikan tambahan pengetahuan dari berbagai belahan dunia dan seolah tidak ada pembatasan teritori maupun budaya, seperti dunia menjadi bercampur dan membaur seolah tak ada perbedaan Negara tidak ada perbedaan warna kulit. Agar tidak terjadi keterbukaan yang bercampur aduk dan kacau, fungsi dimensi control wajib digunakan untuk mencapai bentuk kota yang baik yang akan saya bahas di lembar berikutnya.
Meta-kriteria efficiency terhadap dimensi access memberikan dukungan berarti untuk menilai secara ekonomis dan fungsional suatu wujud pencapaian. Efisiensi digunakan terhadap penerapan pencapaian dilihat dari kepadatan warga yang menghuni, sumber daya alam serta kemampuan warga berpartisipasi dalam peningkatan taraf hidup. Sedangkan kriteria keadilan dalam dimensi access ini adalah sangat penting karena terjadi interaksi dan pertukaran berbagai hal yang menyangkut banyak orang, sehingga ukuran keadilan diterapkan untuk menentukan baik tidaknya penilaian bentuk suatu kota.
Dimensi control digunakan untk menentukan penilaian baik tidaknya bentuk kota karena dengan mengontrol berarti menata dan menjaga serta mengawasi warga dan kegiatan dan lingkungannya. Fungsi control berfungsi terkait dengan dimensi vitality untuk menjaga kelangsungan hidup yang baik dan berkelanjutan. Kontrol dilakukan oleh warga dan pemerintahan kotanya. Kota Portland memiliki warga yang saling menghargai dan menjaga lingkungan hidupnya dan saling peduli dalam bersosial, dan pemerintahannya memiliki kebijakan strategi untuk mengatur warga dan lingkungannya dalam rangka mewujudkan konsep kotanya yang ramah lingkungan dan berkelanjutan melalui konsep
Penerapan kontrol terhadap warga dan teritorinya, pemerintah kota akan mencapai efisiensi terhadap energi dan produkstifitas. Meta-kriteria efficiency digunakan untuk menelaah apakah hasil dari tindakan mengontrol itu ekonomis dan fungsional. Sedangkan meta-kriteria keadilan dalam dimensi control sangat penting karena untuk menjaga kenyamanan dan perolehan hak warga serta perolehan kebutuhan yang tidak timpang antar warganya.

III. Kesimpulan
Penilaian baik buruknya bentuk kota adalah tergantung pada penilaian masing-masing warga. Kota yang baik di belahan bumi utara berbeda dengan kota di daerah tropis katulistiwa. Sense dan fit merupakan dimensi yang digunakan induvidu untuk menilai kota yang baik seperti apa yang diinginkan. Penilaian secara berkelompok atau penilaian umum tentang baik atau tidaknya kota dinilai dengan menggunakan dimensi-dimensi vitality, access dan control. Kriteria yang menaungi dimensi-dimensi tersebut adalah yang mengukur dari segi ekonomis dan fungsional, dan kriteria yang melingkupi pengukuran melalui hak dan kepantasan dan kebutuhan yang tidak timpang dalam antar warganya.