Selasa, 04 Desember 2007

Sudut Pandang masalah Arsitektur....

Arsitektur berkembang tidak di dalam ruang hampa, melainkan ada di dalam konteks kehidupan masyarakat. Seperti pada ilmu - ­ilmu lain, keadaannya selalu berkaitan dengan dinamika kehidupan masyarakat. Hal itu berarti terdapat hubungan timbal balik antara arsitektur dengan kehidupan masyarakat.
Arsitektur dipengaruhi oleh kehidupan masyarakat, demikian pula sebaliknya. Dengan demikian, arsitektur kadang menjadi obyek dan kadang juga menjadi subyek dalam konteks hubungan timbal balik itu.
Sebagai subyek, seringkali arsitektur memiliki peran menentukan perubahan masyarakat, melalui karakteristik obyek ­- obyek arsitektur yang muncul, baik berupa bangunan, maupun tata ruang luar pada berbagai tingkat keadaan (skala).
Arsitektur dalam konteks perubahan masyarakat : mungkinkah perubahan sosial masyarakat melalui partisipasi arsitektur ?
Menurut Victor Papanek (1984), perancang menghadapi dilema etikal yakni antara profit dan tanggung jawab sosial (38), sedangkan desain & desainer harus memiliki kontribusi dalam kehidupan nyata manusia dan sosial (39). Hal itu menunjukkan bahwa peran perancang (arsitek) berada di dalam ketegangan diantara dua kutub, yakni kutub ideal dan kutub kehidupan nyata.
Menurut, Evans, Powell & Talbot (1982), perancang (arsitek) adalah agen perubahan (3) dan erancang harus memikirkan dampak jangka panjang rancangannya pada kehidupan manusia (3). Juga dikatakan bahwa desain dalam konteks sosial hendaknya bukan hanya suatu ungkapan diri, seyogyanya melayani masyarakat (6). Dengan demikian, hakekat desain harus diubah ke arah plural view (interdiciplinary approach).
Permasalahannya : bahwa tujuan perubahan masyarakat adalah menuju masyarakat yang sempurna, bebas dari penindasan, pembelengguan, keterbelakangan, maka desain seharusnya mengandung maksud emansipatoris (ide dasar Marx, 1867).
Pertanyaannya adalah
(1) Bagaimana landasan rasional desain yang bertujuan emansipatoris ?
(2) Paradigma atau teori arsitektur manakah yang memadai sebagai landasannya ?. Teori Kritis versi Juergen Habermas dapat dipertimbangkan menjadi alternatif untuk membangun kesadaran baru berarsitektur.
Teori positivistik menceriterakan keadaan secara apa adanya, merumuskan realitas obyektif ("bebas nilai"). Teori positivistik sebagai landasan aksi akan menghasilkan kenyataan obyektif lama muncul dalam konteks baru (status quo). Teori positivistik bersifat ideologis dan apabila menjadi landasan aksi akan menciptakan dilema usaha manusia rasional yang terjebak irasionalitas.Teori Kritis menjadi kritis terhadap teori teori positif karena bertujuan membangun dan membebaskan manusia dari segala belenggu yang muncul.

Tidak ada komentar: